BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan keterampilan, atau yang disebut
pendidikan vokasi (vokasional), saat ini menjadi alternatif pembelajaran yang
diyakini mampu menjadi solusi dalam mengurangi jumlah pengangguran. Hal itu
disebabkan, konsep pendidikan yang lebih menitikberatkan pada keterampilan (skill),
dirancang dengan kurikulum yang mengasah keterampilan, disiplin, dan konsep
pesertanya tentang pekerjaan dan kewirausahaan. Di samping keuntungan lain,
yaitu alternatif pembiayaan dan jangka waktu pendidikan yang relatif lebih
cepat dan murah, jika dibandingkan kuliah di Strata 1. Lulusannya diarahkan
untuk mengisi lowongan pekerjaan di berbagai bidang usaha, tingkatan menengah
(level admisnistrasi, staf, atau supervisor), yang pada kenyataannya
memiliki jumlah lebih besar/kemungkinan lapangan pekerjaan yang lebih banyak,
ketimbang level atas yaitu posisi para Manajer, dan Dewan Direksi.
Dalam situasi
sekarang ini, biaya pendidikan yang bertambah besar (berkali-kali lipat) memang
menjadi masalah utama bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke
Perguruan Tinggi. Belum lagi ketika mereka lulus nanti, tidak ada jaminan untuk
anaknya bisa langsung bekerja, karena misalnya, kompetensi yang dimiliki si
anak dianggap belum memadai, perlu untuk dilatih lagi. Atau, terkadang masih
memerlukan pendidikan khusus dari asosiasi profesi yang bersangkutan, untuk
menjalankan pekerjaan tertentu sebelum ia dapat bekerja. Misalnya saja Sarjana
Hukum, Sarjana Farmasi, atau Sarjana yang lain, harus lulus pendidikan profesi
dulu sebelum menjalankan profesinya.
Program
pendidikan vokasional, diharapkan dapat menjembatani dunia pendidikan
tinggi dengan dunia kerja dan kebutuhan pasar. Lulusannya harus siap pakai. Kualifikasi
lulusan pendidikan vokasi dapat diperhitungkan di pasaran, bahkan untuk jenis
pekerjaan tertentu (adm di bank, misalnya) lulusan pendidikan vokasi bisa
bersaing dengan lulusan dari S1, dan diterima. Pendapat bahwa gelar akademik
sarjana dipandang lebih berharga dibandingkan gelar Ahli Madya, sudah mengakar
dalam budaya masyarakat. Ini sudah saatnya diubah.
Perbedaan utama antara pendidikan akademik
dan vokasional terletak dalam keahlian yang dicapai lulusannya. Lulusan pendidikan
akademik lebih berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan secara teori,
sedangkan lulusan pendidikan vokasional lebih pada penguasaan praktek dari ilmu
pengetahuan yang bersangkutan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian pendidikan Vokasi ?
2. Perbedaan
antara pendidikan liberal dan vokasional ?
3. Bagaimana
perbandingan sistem pendidikan vokasi di Indonesia dengan Singapore ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari pendidikan vokasi.
2. Untuk
mengetahui perbedaan pendidikan akademik dengan pendidikan vokasi.
3. Untuk
mengetahui perbandingan sistem pendidikan vokasi di negara Indonesia dengan
negara Singapore.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan vokasional
merupakan penggabungan antara teori dan praktik secara seimbang dengan
orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan
vokasional, terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian (apprenticeship of
learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan pendidikan
vokasional ini, antara lain, peserta didik secara langsung dapat mengembangkan
keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan
dihadapinya.
Pendidikan kecakapan hidup
merupakan isu sentral dalam pelayanan pendidikan. Hal tersebut merupakan
jembatan penghubung antara penyiapan peserta didik di lembaga pendidikan dengan
masyarakat dan dunia kerja.
Pembekalan kecakapan hidup
secara khusus menjadi muatan kurikulum dalam bentuk pelajaran keterampilan
fungsional dan kepribadian profesional. Disamping pembekalan kecakapan hidup
melalui mata pelajaran iptek dengan pendekatan tematik, induktif, dan
berorientasi kebutuhan masyarakat di wilayahnya.
Kecakapan hidup adalah
berbagai jenis keterampilan yang memampukan remaja-remaja menjadi anggota
masyarakat yang aktif, produktif dan tangguh. Departemen Pendidikan Nasional
mengkategorikan keterampilan-keterampilan ini menjadi empat kelompok yaitu
akademik, personal, sosial dan vokasional.
Pendidikan
vokasi adalah pendidikan
tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu,
yang mencakup program pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, dan diploma 4, maksimal setara
dengan program pendidikan sarjana.
Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi.
Dikotomi antara pendidikan liberal dan pendidikan vokasi atau education
for life dan education for earning living selalu menjadi bahan
diskusi yang sangat menarik. Menjadi bahan diskusi yang menarik karena kedua
jenis pendidikan ini tidak bisa dipisahkan secara tegas (Finch &
Crunkilton). Dapat kami contohkan seperti selembar uang kertas yang memiliki
dua sisi berbeda. Menerawang satu sisi memunculkan bayangan disisi sebaliknya.
Dibulak-balik tetap harus berdampingan sebagai alat bayar yang sah. Jika hanya
ada satu sisi maka uang itu tidak sah lagi sebagai alat bayar. Demikian juga
dengan pendidikan vokasi dan pendidikan liberal/umum tidak bisa dinihilkan
salah satunya.
A. Perbedaan Pendidikan Liberal dan Pendidikan Vokasi
Paradigma pendidikan liberal tidak bisa lepas dari akar filosofisnya yaitu
positivisme. Konsep pendidikan liberal ialah pandangan yang mengedepankan aspek
pengembangan potensi, perlindungan hak-hak dan kebebasan (freedom).
Paham individualistik sangat kuat mempengaruhi paradigma pendidikan liberal.
Pendidikan liberal menekankan pada pemberdayaan individu.
Sedangkan paradigma pendidikan vokasi sangat berbeda yaitu menekankan pada
pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand driven).
Kebersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan dan
penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) diantara employee
dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan dan ukuran keberhasilan
pendidikan vokasi. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat
dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian
bidang pekerjaan dengan bidang keahlian yang dipilih dan ditekuninya.
Pendidikan vokasi melayani sistim ekonomi, sistim sosial, dan politik.
B.
Pendidikan
Vokasi di Indonesia
Pendidikan vokasional yang berorientasi
pada pembekalan kecakapan hidup merupakan bisnis inti dari pendidikan
nonformal. Penanaman penguasaan keterampilan vokasional memacu kreativitas dan
mengembangkan pemahaman peran individu dalam kehidupan sosial. Pendidikan vokasional di Indonesia
adalah seluruh pendidikan vokasional yang diselenggarakan di Indonesia, baik
itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan
di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas), dahulu bernama
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia semua penduduk
wajib mengikuti pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah
dan tiga tahun di sekolah
menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
Dunia pendidikan Indonesia terus berbenah,
mengikuti perubahan jaman yang juga berlangsung sebegitu cepatnya. Di tengah
terpaan berbagai masalah sosial, ekonomi, maupun politik yang berujung pangkal
pada kegagalan pendidikan, penyelenggaraan proses pendidikan tetap memunculkan
inovasinya.
Program pendidikan diploma yang menghasilkan
sumber daya siap pakai menjadi senjata ampuh untuk menghadapi persaingan
global. Di kancah internasional, program vokasi menjadi andalan berbagai bangsa
untuk membangun keberhasilan sistem kerja berbasis keterampilan.
Muara akhir
sekaligus tujuan dari keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah
terserapnya peserta didik ke pasar tenaga kerja selepas menyelesaikan studinya.
Demi menjawab tantangan dunia kerja yang membutuhkan tenaga kerja trampil, tak
dapat disangkal lulusan program pendidikan berbasis vokasional sesungguhnya
memiliki peluang lebih tinggi serta kesempatan yang lebih luas untuk dapat
memenangkan kompetisi tersebut.
C.
Pendidikan
Vokasi di Singapore
Singapura adalah salah satu negara macan
Asia (di antara Hong Kong, Taiwan, and Korea). Area total yang dimiliki negara
ini hanya 692.7 km2, peraiaran: 10 km2, daratan: 682.7 km2
dan populasinya sekitar 4,353,893. Selain Singapore berhasil dalam
perekonomiannya, juga sukses mengembangkan pendidikan vokasional. Salah satu
institusi yang menjadi kebanggaan dan terkemuka di Singapura adalah Nanyang
Polytechnic (NYP).
Pendidikan
teknik dan vokasional memperoleh tempat dalam masyarakat. Pendidikan ini merupakan
indikator penting bahwa Singapore mengarah pada proses modernisasi. Kemudian,
pendidikan bagi orang dewasa merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan
Singapore. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas orang-orang dalam
masyarakat dan secara langsung akan menumbang pada pengembangan sosio ekonomis
penduduk.
Untuk
memperoleh guru-guru yang bermutu maka pemerintah mendorong lulusan sekolah
menengah yang berbakat untuk memasuki lembaga pendidikan guru. Hal ini juga
terdapat perbedaan persepsi dimana kalau di Indonesia, para pelajar, apalagi
yang berotak cerdas, kurang terosebsi untuk menjadi guru, kecuali berlomba
untuk memperoleh pendidikan di universitas bergengsi di Pulau Jawa.
Guru-guru di
Singapura, sekolah dasar dan sekolah menengah, memperoleh pelatihan dan juga
pendidikan di universitas, program pasca sarjana dan junior college. Sekolah
sekolah sangat memperhatikan kegiatan ekstra kurikuler seperti organisasi murid
(osis), event olah raga, study tour, dan sebagainya. Pada
sekolah menengah ada mata pelajaran wajib dan mata pelajaran elektif.
Tentang
kurikulum dan metodologi pengajaran di Singapore, berpikir bahwa pendidik selalu mengembangkan inovasi baru.
Maka muncullah kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode
mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method),
pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized
instruction), dan sekolah alternatif.
D.
Perbandingan
Pendidikan Vokasi Antara Indonesia dengan Singapore
Tanpa mengesampingkan arti penting pendidikan liberal, pendidikan vokasi
pada umumnya serta khususnya pendidikan vokasi pada tingkat menengah yang
disebut dengan pendidikan kejuruan yang memiliki peranan sangat besar, kemudian dan segi berikut akan dijelaskan
mengenai perbedaan pendidikan vokasi negara Indonesia dengan Singapore.
Negara Indonesia masih berada dibawah Singapura yang sudah fokus pada
kemampuan perbaikan pendidikan dan teknologi pengembangan generasi tekun. Karakteristik
negara ini adalah technology intensive.
Singapura satu-satunya negara yang telah memiliki fokus pengembangan pendidikan
baru yang terarah. Singapura menghabiskan uang yang sangat besar untuk membiayai
pendidikan di bidang teknologi dan pengetahuan masa depan. Sektor-sektor yang
dijadikan konsentrasi hampir semuanya bersifat knowledge intensive. Singapura
lebih memungkinkan untuk mengembangkan pendidikan akademik yang berbasis
kejuruan serta lebih bermakna dibandingkan Indonesia. Negara Indonesia pada skill
intensive menyelenggarakan penguatan pendidikan vokasi khususnya pendidikan
kejuruan yang difokuskan pada SMK/MAK, dan training-training singkat pasca SMP
lebih tepat dibandingkan memperluas pendidikan SMA.
Di sejumlah
negara maju di belahan dunia mana pun, program vokasi merupakan andalan.
Artinya, menjadi tumpuan bagi negara itu dalam membangun sistem kerja yang
dapat sukses memasuki persaingan global. Dengan program berbasis ketrampilan
kerja dan vokasi, banyak negara berhasil membangun ekonomi mereka dan lapangan
kerja banyak diisi tenaga-tenaga vokasi berilmu pengetahuan.
Tidak sekadar
mengejar gelar, para lulusan SMK hendaknya juga memiliki proyeksi untuk
menjadikan dirinya bagian dari sumber daya manusia yang dibekali ketrampilan
terspesialisasi. Demi mendukung itu, perguruan tinggi pun dituntut untuk mampu
mendasarkan penyusunan kurikulum dan program akademiknya pada perhitungan dan
pertimbangan kompetensi kerja lulusan yang benar-benar dibutuhkan oleh pasar
kerja dan masyarakat pengguna lulusan secara luas. Tanpa mempertimbangkan
semuanya tersebut, pendidikan tinggi jalur vokasional harus dipertanyakan
kembali esensi dan substansinya.
Kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat kita untuk memajukan pendidikan tidak
jauh berbeda dengan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh beberapa negara di
atas. Pendidikan kita juga sudah menganut karakter desentralisasi dengan
otonomi daerahnya. Kemudian Badan legislatif, yudikatif dan eksekutif pada
tingkat provinsi dan kabupaten atau kotamadya juga sudah sangat aktif dalam
proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan. Pemerintah kita juga mendorong
guru guru untuk memperoleh pendidikan dengan program kualifikasi pendidikan
yang non sarjana untuk memperoleh pendidikan S.1 (strata sarjana). Memberikan
beasiswa bagi bagi sarjana untuk mengikuti program Magister (S.2). Maka
berbondong-bondonglah para sarjana untuk mengambil kesempatan emas ini. Namun
kemudian puluhan atau ratusan musti Drop-Out, karena terkendala tidak
mampu menulis atau menyelesaikan tesis. Sebagian kecil bisa selesai lewat jalur
non halal, menjiplak tesis, mendatangi jasa teman, atau jasa biro tesis kalau
tidak bisa harus puas dan bernostalgia ”karena pernah kuliah pada program S.2”.
Penyebab gagalnya ratusan mahasiswa pascasarjana dalam menyelesaikan tesis
(atau juga disertasi bagi mahasiswa post-graduate) karena mereka tidak terbiasa
dengan budaya membaca dan budaya menulis. Itu akibat tidak ada budaya belajar
mandiri dan berfikir kreatif serta inovatif.
Kurikulum
pendidikan kita yang populer akhir-akhir ini adalah seperti KBK (kurikulum
berbasis kompetensi) dan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Kedua bentuk kurikulum kita mungkin sudah sama efektifnya dengan kurikulum
terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat
pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar
kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah
alternatif yang dianut oleh negara-negara maju.
Bedanya
mungkin terletak pada bagaimana masyarakat menghargai lembaga pendidikan
tingkah menengah. Kira-kira 20 tahun lalu, masyarakat mengenal jenis-jenis
sekolah seperti ’SPG (Sekolah Pendidikan Guru), STM (Sekolah Teknologi), SMEA
(Sekolah Menengah Ekonomi Atas). Ini semua adalah beberapa bentuk dari sekolah
vokasional atau kejuruan yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia dan ada
beberapa jenis vokasional yang lain. Kemudian sistem persekolah disederhanakan
maka ada sekolah SMA dan SMK (untuk sekolah Vokasional/kejuruan). Entah
bagaimana kebijakan yang dilakukan maka sekolah SMA telah menjadi begitu
populer dan begitu banyak masyarakat yang mengirim anak-anak mereka ke sekolah
SMK.
Barangkali hal
itu akibat di negeri ini terlalu menjamur sekolah SMA, tiap kecamatan selalu
ada SMA, sementara untuk SMK mungkin hanya dihitung per kabupaten. Sebaliknya
kalau di negara negara maju di Eropa, Asia dan Amerika yang banyak betebaran
adalah sekolah kejuruan. Maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat
memperoleh apresiasi dalam masyarakat. Kemudian bagaimana dengan pendidikan
untuk orang dewasa kalau di negara maju banyak orang dewasa yang mendaftarkan
diri pada adult education.
Metode pengajaran
di negara maju berkarakter ”child centered, continous progress, team
teaching, discovery method, open plan school. Metode pengajaran yang yang
popular di Indonesia adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), namun sering
diplesetkan menjadi “Catat buku sampai habis”. Plesetan ini terjadi karena
memang demikianlah kenyataan suasana mengajar pada sekolah sekolah yang jarang
terpantau oleh team penilai. Atau kalau pun banyak guru yang sudah mengetahui
tentang teknik-teknik pengajaran maka lagi-lagi teknik mengajar konvensional
lebih terasa manis bagi mereka.
Kalau demikian
kita masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk membenahi kesemrawutan
pendidikan di bumi Indonesia ini. Yang kita perlukan untuk maju dan memajukan
pendidikan kita adalah tekad dan keseriusan kita sepanjang waktu.
|
Indonesia
|
singapura
|
·
|
·
pendidik hanya mengacu pada kurikulum yang ada
tanpa ada pengembangan kurikulum yang terintegrasi.
·
kalau di Indonesia, para pelajar kurang
terosebsi untuk menjadi guru, kecuali berlomba untuk memperoleh pendidikan di
universitas bergengsi di Pulau Jawa.
·
Metode pengajaran yang yang popular di
Indonesia adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), namun sering diplesetkan
menjadi “Catat buku sampai habis”.
|
·
pendidik selalu mengembangkan inovasi baru dan muncullah kurikulum yang terintegrasi,
untuk sistem mengajar yang berpusat pada siswa.
·
Untuk memperoleh guru-guru yang bermutu maka
pemerintah mendorong lulusan sekolah menengah yang berbakat untuk memasuki
lembaga pendidikan guru.
·
Metode pengajaran di negara maju berkarakter ”child
centered, continous progress, team teaching, discovery method, open plan
school. (“Berpusat pada
anak didik, kemajuan terus menerus, pengajaran tim, metode penemuan, sekolah
yang terbuka.”)
|
PENUTUP
Sistem pendidikan
yang berlaku di Indonesia yang diandalkan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM) ternyata belum sempurna. Masih banyak kelemahan yang
menjangkiti sistem pendidikan.
Oleh karena itu
perubahan terhadap sistem pendidikan perlu untuk dilakukan. Perubahan yang
dilakukan harus memperhatikan berbagai elemen yang dapat membuat kebijakan
tersebut agar tidak gagal. Sistem pendidikan yang handal akan menyiapkan sumber
daya manusia Indonesia untuk menghadapi kompetisi global yang semakin hari semakin
kompetitif. Setelah mengalami sistem pendidikan di berbagai negara dan melihat
sistem pendidikan di Indonesia, ada sejumlah masalah yang dihadapi. Sistem
pendidikan yang berlaku selama ini di Indonesia ternyata tidak dapat menempa
sumber daya manusia Indonesia yang memiliki potensi yang tidak kalah dibanding
dengan sumber daya manusia dari negara lain, termasuk negara maju sekalipun.
Potensi yang ada
pada sumber daya manusia, tidak akan mempunyai arti yang signifikan dan
maksimal bila penempaan atas mereka melalui sistem pendidikan tidak dilakukan
secara benar.
Dapat kita
simpulkan bahwa Perbandingan sistem pendidikan di Singapura dengan Indonesia
sepertinya bagai bumi dan langit. Departemen Pendidikan Singapura (Ministry of
Education) tampaknya lebih banyak bekerja dan memberi perhatian besar pada
pengembangan pendidikan ketimbang memanfaatkan pendidikan. Melalui peran
generasi muda diharapkan ada satu visi untuk melakukan pembenahan dan
pengawalan terhadap sistem pendidikan Indonesia.
Daftar Pustaka
_________.
2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi.
(diakses tanggal 24-03-2011)
_________.
2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia.
(diakses tanggal 24-03-2011)
Sugiama,
Gima A. 2008. http://www.polban.ac.id/index.php/component/content/article/41-info-poli/93-belajar-dari-kemajuan-sbm-nyp-singapore.
(diakses tanggal 24-03-2011)
Terima kasih,
BalasHapus