Rabu, 02 Januari 2013

Sebelas Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif


Sebelas Prinsip Pendidikan Karakter yang Efektif
Disarikan dari CEP’s Eleven Principles of Effective Character Education By Tom Lickona, Ed.D., Eric Scaps, Ph.D., dan Catherine Lewis, Ph.D.

1.       Mengembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja penunjang sebagai fondasi karakter yang baik.
Pendidikan karakter berpegang pada keyakinan bahwa dengan berbagi secara luas, pilar utama, nilai-nilai etika intiseperti peduli, jujur, adil, tanggungjawab, dan hormat pada orang lain dan diri-sendiridibarengi dengan nilai-nilai kinerja penunjangseperti  rajin, tekun, etika-budi  luhur yang kuat,  dan kegigihanmembentuk basis karakter yang baik. Sekolah yang memiliki komitmen terhadap pengembangan karakter memegang nilai-nilai ini, dan mendefinisikan nilai-nilai itu dalam istilah-istilah perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah, memodelkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai basis hubungan kemanusiaan di sekolah, menghargai manifestasinya di sekolah dan masyarakat, dan mengupayakan seluruh warga sekolah bertanggungjawab terhadap standar-standar tingkah-laku yang konsisten dengan nilai-nilai inti tersebut.
2.       Mendefinisikan “karakter” secara komprehensif meliputi berfikir, berolah-rasa, dan berperilaku.
Karakter yang baik meliputi pemahaman, peduli tentang, dan berperilaku sejalan dengan nilai-nilai etika inti. Oleh karena itu pendekatan holistik terhadap pengembangan karakter berupaya mengembangkan aspek-aspek kognitif, emosional, dan perilaku kehidupan moral. Siswa memahami nilai-nilai inti dengan mengkaji dan mendiskusikannya, mengamati model-model perilaku, dan memecahkan masalah yang melibatkan nilai-nilai tersebut. Siswa belajar peduli terhadap nilai-nilai inti itu dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan empati, membentuk hubungan-hubungan kepedulian, membantu menciptakan masyarakat, mendengarkan cerita-cerita ilustratif dan yang memberi inspirasi, dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman hidup. Dan mereka belajar bertindak berdasarkan nilai-nilai inti dengan mengembangkan perilaku-perilaku prososial (misalnya, pengkomunikasian perasaan-perasaan, pembelajaran aktif, keterampilan-keterampilan membantu) dan dengan secara berulang-ulang mempraktekkan perilaku-perilaku ini, khususnya dalam konteks hubungan-hubungan (misalnya, melalui tutorial lintas-usia, pemediasian konflik, pelayanan kepada sekolah dan masyarakat). Ketika anak-anak tumbuh karakter mereka, mereka mengembangkan pemahaman yang semakin tajam terhadap nilai-nilai inti, suatu komitmen yang semakin dalam terhadap kehidupan sesuai dengan nilai-nilai itu, dan kemampuan dan kecenderungan lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai inti itu.


3.       Menerapkan pendekatan komprehensif, direncanakan dengan sengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter.
Sekolah-sekolah yang memiliki komitmen terhadap pengembangan karakter melihat diri mereka sendiri melalui kaca mata moral untuk mengases sesungguhnya seberapa jauh segala sesuatu di sekolah berpengaruh terhadap karakter siswa. Pendekatan komprehensif menggunakan seluruh aspek persekolahan sebagai kesempatan-kesempatan untuk pengembangan karakter. Ini termasuk apa yang sering kali disebut hidden curriculum (misalnya, upacara-upacara sekolah, hubungan-hubungan siswa dengan guru, proses pembelajaran, asesmen pembelajaran, kebijakan disiplin sekolah), academic curriculum (misalnya, mata pelajaran – mata pelajaran pokok), dan extracurricular programs (misalnya, olah raga, proyek-proyek pelayanan kepada masyarakat). Program-program pendidikan “stand alone” dapat merupakan langkah-langkah awal yang berguna namun belum merupakan substitusi yang memadai untuk suatu pendekatan holistik yang mengitegrasikan pengembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Akhirnya, daripada hanya sekedar menunggu datangnya kesempatan, dengan suatu pendekatan sengaja dan proaktif, sekolah dapat mengambil  langkah terencana untuk pengembangan karakter, apabila mungkin,  agar efektif,  memanfaatkan praktek-praktek terbaik menurut hasil penelitian.   
4.       Menciptakan komunitas sekolah yang peduli.
Sekolah yang memiliki komitmen terhadap karakter berusaha keras menjadi dunia dalam bentuk kecil dari masyarakat yang sopan, peduli, jujur, dan adil. Sekolah itu mewujudkan iklim seperti ini dengan menciptakan suatu komunitas yang membantu seluruh warganya membentuk ikatan-ikatan kepedulian satu dengan yang lain. Ini termasuk pengembangan hubungan-hubungan kepedulian  antar siswa (di dalam  dan lintas tingkat kelas), di antara guru, antara siswa dan guru, dan antara guru dan keluarga. Hubungan-hubungan kepedulian ini akan membantu tumbuh dua-duanya keinginan untuk belajar dan keinginan untuk menjadi orang yang baik. Dalam suatu masyarakat sekolah yang peduli, kehidupan keseharian kelas dan seluruh bagian lingkungan sekolah yang lain (misalnya, kantin sekolah, tempat bermain, ruang guru) memberi inspirasi tumbuhnya iklim peduli dan menghormati orang lain. 
5.       Tersedianya kesempatan-kesempatan bagi siswa untuk tindakan moral.
Baik dalam ranah etika maupun ranah intelektual, siswa merupakan pebelajar konstruktif; mereka belajar dengan berbuat. Untuk mengembangkan karakter yang baik, mereka membutuhkan banyak kesempatan yang  bervariasi untuk menerapkan nilai-nilai seperti rasa haru, tanggung jawab, dan adil dalam interaksi keseharian baik di sekolah maupun di luar sekolah. Lewat bergelut dengan tantangan-tantangan kehidupan nyata (misalnya, bagaimana membagi satu tugas dalam suatu kelompok kooperatif, bagaimana mencapai konsensus dalam suatu rapat  kelas, bagaimana melaksanakan proyek praktek kerja industri) dan melakukan refleksi atas pengalaman-pengalaman ini, siswa mengembangkan pemahaman praktis atas kebutuhan-kebutuhan kerja sama dengan orang lain. Melalui pengalaman-pengalaman moral yang berulang, siswa mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan perilaku yang membentuk perilaku berkarakter.
6.       Memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua siswa, mengembangkan karakter mereka, dan membantu mereka untuk berhasil.
Apabila siswa berhasil dalam tugas di sekolah dan merasakan suatu perasaan kompetensi dan otonomi, mereka lebih mungkin merasa dihargai dan diperhatikan sebagai pribadi. Karena siswa datang ke sekolah dengan keterampilan-keterampilan, minat dan kebutuhan  berbeda, suatu program akademik yang membantu seluruh siswa berhasil akan menjadi salah satu program akademik dimana konten akademik dan pedagogi cukup berhasil dijalin untuk melibatkan seluruh siswa. Ini berarti menyediakan suatu kurikulum yang menarik dan bermakna bagi siswa. Suatu kurikulum bermakna memasukkan cara-cara mengajar dan belajar aktif seperti pembelajaran kooperatif, pendekatan-pendekatan pemecahan masalah, dan proyek-proyek berbasis-pengalaman.  Pendekatan-pendekatan ini meningkatkan otonomi siswa dengan menarik minat siswa, memberi siswa kesempatan-kesempatan berfikir kreatif dan menguji ide-ide mereka.
Di samping itu, pendidik karakter yang efektif mencari interaksi-interaksi alamiah antara konten akademik yang ingin mereka ajarkan dan kualitas-kualitas karakter yang ingin mereka kembangkan.  “Kaitan-kaitan karakter” ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti penyampaian issu-issu etika terkini dalam sains, mengangkat praktek-praktek dan keputusan-keputusan sejarah dalam debat, dan mendiskusikan nilai-nilai karakter dan dilemma etika dalam karya sastra. Apabila guru mengedepankan dimensi karakter dari kurikulum, mereka memperkaya relevansi mata pelajaran dengan minat dan pertanyaan alamiah siswa, dan dalam prosesnya, meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa. Apabila guru mempromosikan nilai-nilai kinerja seperti keingintahuan intelektual, berfikir kritis, dan ketekunan, siswa akan dapat lebih baik melakukan kerja terbaik mereka.    
7.       Berupaya dengan penuh kesungguhan untuk membantu perkembangan motivasi-diri siswa.
Karakter sering didefinisikan sebagai “melakukan sesuatu yang baik ketika tidak ada seorang pun yang melihat.” Alasan etika terbaik yang melandasi untuk mematuhi aturan perundangan yang berlaku adalah menghormati hak-hak dan kepentingan-kepentingan orang lainbukan takut dihukum atau keinginan memperoleh pujian.  Demikian juga halnya, kita ingin siswa menjadi orang yang santun terhadap orang lain karena keyakinan dari dalam diri siswa bahwa kesantunan adalah baik dan keinginan menjadi orang yang santun. Pertumbuhan dalam motivasi-diri merupakan proses perkembangan sehingga sekolah yang memiliki program karakter hendaknya berhati-hati tidak malah merusak motivasi intrinsik dengan penekanan berlebihan pada insentif ekstrinsik.  Sekolah ini juga bekerja sama dengan siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka terhadap aturan-aturan, kesadaran mereka atas bagaimana mempengaruhi orang lain, dan kekuatan-kekuatan karakterseperti kontrol-diri, menerima pandangan, dan keterampilan-keterampilan penyelesaian konflik─yang dibutuhkan untuk berperilaku di  masa yang akan datang.
8.       Melibatkan seluruh staf, guru dan pegawai, sebagai masyarakat belajar dan moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan berusaha untuk mentaati nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa.
Seluruh staf sekolahguru, pegawai administrasi, guru bimbingan dan konseling, pengelola kantin sekolah, dan lain-lainperlu dilibatkan dalam pembelajaran, diskusi, dan menjadikan milik mereka sendiri dan upaya pendidikan karakter. Pertama-tama dan yang terpenting, para anggota staf menerima tanggung jawab ini dengan memodelkan nilai-nilai inti dalam perilaku mereka sendiri  dan memanfaatkan segala kesempatan lain yang ada untuk menanamkan pendidikan karakter.
Kedua, nilai-nilai dan norma-norma yang sama yang mengendalikan kehidupan siswa adalah sama dengan yang mengendalikan kehidupan kolektif seluruh staf dalam masyarakat sekolah itu. Seperti siswa, orang dewasa tumbuh dalam perilaku berkarakter dengan bekerja secara berkolaborasi satu dengan yang lain dan berperan serta dalam pengambilan-keputusan yang memperbaiki kehidupan kelas dan sekolah. Mereka juga mendapat manfaat dari pengembangan staf yang diperluas dan kesempatan-kesempatan untuk mengamati kolega dan kemudian menerapkan strategi-strategi pengembangan karakter dalam kerja mereka sendiri dengan siswa.
Ketiga, sekolah yang menyediakan waktu untuk melakukan refleksi staf pada masalah-masalah moral membantu untuk memastikan bahwa kegiatan ini berjalan dengan penuh integritas. Melalui rapat guru dan kelompok-kelompok pendukung yang lebih kecil, staf yang reflektif secara teratur menanyakan pertanyaan seperti: Pengalaman-pengalaman pembangunan karakter apa di sekolah yang telah diberikan kepada siswa? Pengalaman-pengalaman moral negatif apa (misalnya, tindakan kejam terhadap teman, kecurangan siswa, orang dewasa yang tidak menghormati siswa) yang akhir-akhir ini gagal ditangani? Dan pengalaman-pengalaman moral penting apa (misalnya, pembelajaran kooperatif, pelayanan kepada sekolah dan masyarakat, kesempatan-kesempatan untuk belajar tentang dan berinteraksi dengan orang yang berasal dari latar belakang ras, etnis, dan status sosial berbeda) yang sekarang ditiadakan sekolah? Praktek-praktek sekolah apa yang tidak sejalan dengan nilai-nilai inti yang dianut dan keinginan untuk mengembangkan masyarakat sekolah yang peduli? Refleksi atas masalah-masalah ini merupakan kondisi yang tidak dapat dihindarkan untuk pengembangan kehidupan moral sekolah.
9.       Membantu perkembangan kepemimpinan moral bersama dan dukungan jangka panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter.
Sekolah-sekolah yang terlibat dalam pendidikan karakter yang efektif memiliki pemimpin (misalnya, kepala sekolah, guru pembina, pengawas, atau kelompok kecil individu yang memiliki integritas) yang memandegani upaya itu. Setidak-tidaknya pada awalnya, banyak sekolah dan wilayah membentuk panitia pendidikan karakteryang memiliki tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, implementasi, dan dukungan. Setahap demi setahap, badan pengendali sekolah atau wilayah dapat melaksanakan fungsi-fungsi panitia itu. Pimpinan juga melakukan langkah-langkah untuk memberi dukungan jangka-panjang (misalnya, pengembangan staf yang memadai, waktu untuk merencanakan) atas inisiatif pendidikan karakter, termasuk, idealnya, mendukung pada level wilayah dan level yang lebih tinggi. Di samping itu, di sekolah siswa menerima peran-peran pengembangan yang sesuai dalam mengawal upaya pendidikan karakter melalui berbagai kegiatan, seperti musyawarah kelas, OSIS, mediasi sejawat, tutor lintas-usia, klub-klub pelayanan, dan inisiatif-inisiatif yang datang dari siswa sendiri.
10.   Melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan-karakter.               
Sekolah yang merangkul keluarga dan memasukkan mereka dalam upaya-upaya pembangunan-karakter amat memperkaya kesempatan mereka untuk berhasil dengan siswa. Mereka menggunakan segala daya upaya dalam setiap tahap untuk melakukan komunikasi dengan keluargamelalui selebaran, e-mail, telepon, pertemuan orang tua murid─tentang sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Membangun kepercayaan yang lebih besar antara rumah dan sekolah. Orang tua diwakili dalam panitia pendidikan karakter. Sekolah-sekolah ini juga melakukan upaya khusus untuk mendekati kelompok orang tua yang mungkin tidak merasa menjadi bagian dari komunitas sekolah. Akhirnya, sekolah dan keluarga memperkaya keefektifan kemitraan mereka dengan merekrut bantuan dari masyarakat yang lebih luas (yaitu, usahawan, organisasi remaja, lembaga keagamaan, pemerintah, dan media) dalam mempromosikan pengembangan karakter.  
11.   Mengases karakter sekolah, staf sekolah yang berfungsi sebagai pendidik karakter, dan seberapa jauh siswa menafestasikan pendidikan karakter.
Pendidikan akrater yang efektif harus memasukkan upaya untuk mengases kemajuan, baik menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif. Tiga jenis outcome besar yang memerlukan perhatian adalah:
(a)    Karakter sekolah:  Seberapa jauh sekolah menjadi masyarakat yang peduli? Ini dapat diases, misalnya, dengan survai yang menanyakan siswa untuk menunjukkan seberapa jauh mereka setuju dengan pernyataan-pernyataan seperti, “Siswa di sekolah ini (di kelas) saling menghormati dan peduli satu sama lain,” dan “Sekolah (kelas) ini seperti keluarga.”
(b)   Staf sekolah tumbuh sebagai pendidik karakter: Seberapa jauh staf sekolahguru, pegawai administrasi, personil penunjang─telah mengembangkan pemahaman terhadap apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu perkembangan pendidikan karakter? Komitmen personil untuk melakukan sesuatu sesuai dengan rincian tugas yang ditentukan? Keterampilan-keterampilan untuk melaksanakan tugas itu? Kebiasaan-kebiasaan yang konsisten untuk bekerja sesuai kemampuan-kemanpuan mereka yang berkembang sebagai pendidik karakter?
(c)    Karakter siswa: Seberapa jauh siswa memanifestasikan pemahaman, komitmen, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai etika inti? Sebagai misal, sekolah dapat mengumpulkan data tentang berbagai perilaku berkaitan dengan karakter: Apakah kehadiran siswa telah meningkat? Perkelahian dan tindakan menskors turun? Perusakan menurun? Pemakaian narkoba hilang? Sekolah juga dapat mengases tiga domain karakter (pengetahuan, perasaan, dan perilaku) melalui kuesioner anonim yang mengukur pertimbangan moral siswa (misalnya, “Apakah salah menyontek saat ulangan?”), komitmen moral (“Apakah kamu akan menyontek jika kamu yakin tidak akan ketahuan?”) dan melaporkan diri sendiri perilaku moral (“Berapa kali kamu telah menyontek saat ulangan atau mengerjakan tugas dalam satu tahun terakhir?”). Kuesionair seperti itu dapat diadministrasikan pada awal sekolah memiliki inisiatif pendidikan karakter untuk mendapatkan data dasar dan diadministrasikan lagi pada suatu saat di masa yang akan datang untuk mengases kemajuan.   
    
Surabaya, 20 Juni 2010
Disarikan oleh


Prof. Dr. Mohamad Nur

3 komentar:

  1. terima kasih artikelnya sangat membantu, kebetulan kami juga bergerak di bidang pengembangan aplikasi khususnya untuk absensi sekolah berbasis sms gateway terhubung langsung dengan HP orang tua, cocok juga untuk absensi pegawai kantor, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi website kami www.schoolmantic.com

    BalasHapus
  2. matursembah nuwun, pak prof. sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  3. Terima kasih Prof. Dr. Mohamad Nur, sangat membantu.

    BalasHapus